Latest News

Sunday, May 13, 2018

KEUNIKAN AGAMA KRISTEN

KEUNIKAN AGAMA KRISTEN (Part 3)


 Kita akan melanjutkan pelajaran kita seputar tema “PEMBAHASAN PAHAM PLURALISME, INKLUSIVISME DAN EKSKLUSIVISME”. Pada part 4 kita secara khusus membahas keunikan agama Kristen dan kita sudah membahas part a dan b. Di part a kita sudah belajar bahwa tokoh utama di dalam kekristenan (Yesus Kristus) itu unik. Seluruh jalan hidup-Nya telah dinubuatkan, Ia ada sebelum dilahirkan, Ia dilahirkan secara ajaib, Ia sama sekali tidak berdosa, pengajaran-Nya berpusat pada diri-Nya sendiri dan Ia mati dan bangkit bagi umat-Nya. Di part b kita sudah belajar bahwa konsep Allah di dalam kekristenan itu unik karena kekristenan mempercayai doktrin Allah Tritunggal di mana Allah itu adalah Allah yang esa di dalam hakiukat-Nya tetapi 3 di dalam pribadi-Nya. Sekarang kita akan melanjutkan pembahasan kita pada keunikan yang lain dari kekristenan (dan ini sekaligus menjadi point ke III dari pembahasan keunikan agama Kristen ini atau bagian ke IVc dari pembahasan paham Pluralisme, Inklusivisme dan Eksklusivisme).

III. KONSEP DOSANYA UNIK.

Hampir semua agama di dunia ini mempunyai konsep dosa. Dan semua agama yang mempunyai konsep dosa ini menyakini bahwa semua penganutnya atau bahkan semua manusia di dunia ini adalah orang berdosa. Tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang tidak pernah berdosa. Sampai disini tentu saja kekristenan sama dan setuju karena sesuai dengan Rom 3:23 dan Pengkh 7:20.

Rom 3:23 - Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.


Pengkh 7:20 - Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!


Tetapi sekalipun semua agama itu melihat manusia sebagai orang berdosa, mereka masih tetap menilai manusia cukup tinggi di dalam hal moral sehingga beranggapan bahwa manusia masih sanggup berbuat baik, bahkan berbuat baik yang memperkenankanm hati Tuhan dan layak diganjari dengan keselamatan / surga. Pada titik inilah kekristenan mulai berbeda dan berpisah dengan semua agama. Kekristenan bukan hanya menilai manusia sebagai orang berdosa, tetapi bahwa manusia berdosa itu telah mengalami apa yang disebut sebagai “Total Depravity” (kebejadan total) di mana manusia berdosa itu hanya dapat berbuat dosa dan tidak dapat berbuat sesuatu yang baik di mata Tuhan.

Bahwa manusia berdosa tidak dapat berbuat sesuatu yang baik, ini dinyatakan secara eksplisit dalam ayat-ayat berikut :

Rom 3:10,12 – (10) seperti ada tertulis: "Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak.


Rom 7:18 - Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik.


Tit 1:15 – “….bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci,karena baik akal maupun suara hati mereka najis.

Mark 10:18 - Jawab Yesus: "Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain dari pada Allah saja.


Selain itu ada juga sejumlah ayat yang sekalipun tidak eksplisit, tetapi tidak bisa tidak mengajarkan bahwa manusia berdosa tidak dapat berbuat kebaikan.

  • Kej 6:5 - Ketika dilihat TUHAN bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, ...”.

  • Pengkh 9:3 - Inilah yang celaka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari; nasib semua orang sama. Hati anak-anak manusia pun penuh dengan kejahatan, dan kebebalan ada dalam hati mereka seumur hidup, dan kemudian mereka menuju alam orang mati.

  • Mat 7:16-18 - (16) Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? (17) Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. (18) Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik.

Ayat ini menunjukkan bahwa pohon yang tidak baik tidak bisa menghasilkan buah yang baik. Gara-gara dosa Adam, maka semua manusia lahir sebagai orang berdosa (pohon yang tidak baik), dan karena itu jelas bahwa tidak ada orang yang bisa menghasilkan buah yang baik / perbuatan baik.

  • Yoh 8:34b - “setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa”.

Istilah ‘hamba’ perlu ditekankan di sini. Dengan manusia dinyatakan sebagai ‘hamba dosa’, itu jelas menunjukkan bahwa ia selalu / terus menerus menuruti dosa, dan tidak bisa berbuat baik. Ini dinyatakan secara lebih jelas oleh Rom 6:20 :

Rom 6:20 - Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.

Istilah ‘bebas dari kebenaran’ itu jelas menunjukkan bahwa manusia berdosa itu tidak bisa berbuat apa pun yang benar.

  • Yoh 15:4-5 - (4) Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. (5) Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.

Sama seperti ranting anggur tidak bisa berbuah kalau tidak melekat pada pokok anggur, demikian juga manusia di luar Kristus sama sekali tidak bisa berbuat apapun yang baik.

Rom 8:7-8 - (7) Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. (8) Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.

Lalu ada juga ayat-ayat yang dinyatakan pada orang / kelompok tertentu yang menyatakan bahwa mereka tidak dapat berbuat baik.

Yer 4:22 - Sungguh, bodohlah umatKu itu, mereka tidak mengenal Aku! Mereka adalah anak-anak tolol, dan tidak mempunyai pengertian! Mereka pintar untuk berbuat jahat, tetapi untuk berbuat baik mereka tidak tahu.

Yer 13:23 - Dapatkah orang Etiopia mengganti kulitnya atau macan tutul mengubah belangnya? Masakan kamu dapat berbuat baik, hai orang-orang yang membiasakan diri berbuat jahat?

Jadi kekristenan tidak hanya mengajarkan bahwa semua orang adalah orang berdosa tetapi juga bahwa orang berdosa itu tidak dapat melakukan satu hal baik pun.

Tetapi mengapa bisa begitu? Bukankah dalam pengalaman kita sehari-hari, kita dapat melihat ada orang-orang berdosa bahkan dari agama lain yang bisa melakukan hal-hal yang baik seperti jujur, nenolong orang susah, menyumbang panti asuhan, dll? Apakah itu bukan kebaikan? Tentu saja itu adalah kebaikan tapi di sini yang kita bicarakan adalah kebaikan di mata Tuhan atau kebaikan yang memperkenankan hati Tuhan. Untuk yang ini, memang benar-benar tidak ada satu orang pun yang dapat dikatakan telah berbuat baik.

G. I. Williamson - Karena manusia itu rusak dan dikotori dalam setiap bagian, ia berbuat dosa terus menerus. ... Ia tidak bisa melakukan apa pun yang bukan dosa dari sudut pandang Allah. (The Westminster Confession of Faith, hal 55).

Tapi mengapa demikian? Karena Allah telah menetapkan begini :

Ibr 11:6 - Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. ….

Rom 14:23 – “…. Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa.


Tentang 2 ayat ini Pdt. Budi Asali berkata :

Budi Asali - Perlu ditekankan di sini bahwa dalam konteks Kitab Suci, ‘iman’ artinya adalah ‘iman kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat’. Jadi, ‘iman’ di sini tidak bisa diartikan ‘iman dalam agama lain’, ataupun ‘iman kepada Kristus sebagai dokter, penyembuh, pemberi berkat, dsb’. (Calvinisme Yang Difitnah : Jilid 1, hal.60).

Jadi sekalipun seorang berbuat baik tapi kalau dalam dirinya tidak ada iman kepada Kristus maka perbuatan baiknya itu tidak berkenan kepada Allah (Ibr 11:6) dan bahkan adalah dosa (Rom 14:23). Jadi kalau ada orang yang menolong orang miskin, itu sebenarnya baik. Tapi karena orang itu tidak beriman / memiliki iman, maka itu menjadi dosa sehingga dengan menolong orang ia menjadi berdosa. Kalau ada orang yang membantu korban bencana, itu sebenarnya baik. Tapi karena orang itu tidak beriman / memiliki iman, maka itu menjadi dosa sehingga dengan membantu korban bencana ia menjadi berdosa. Kalau ada orang yang memberikan sumbangan untuk gereja, itu sebenarnya baik. Tapi karena orang itu tidak beriman / memiliki iman, maka itu menjadi dosa sehingga dengan memberikan sumbangan untuk gereja ia menjadi berdosa. Kalau ada orang yang rajin mengikuti kebaktian, itu sebenarnya baik. Tapi karena orang itu tidak beriman / memiliki iman, maka itu menjadi dosa sehingga dengan rajin mengikuti kebaktian ia menjadi berdosa. Kalau ada orang yang terlibat pelayanan di gereja, itu sebenarnya baik. Tapi karena orang itu tidak beriman / memiliki iman, maka itu menjadi dosa sehingga dengan terlibat pelayanan di gereja, ia menjadi berdosa, dll. Dengan konsep semacam ini maka bagi seorang yang tidak beriman, apa saja yang dia lakukan (entah jahat ataupun baik) adalah dosa dan menambah dosanya.

Kalau berbuat baik pun hanya menambah dosa, lebih baik tidak berbuat baik supaya dosa jangan bertambah. Jikalau menolong orang miskin membuat saya menjadi berdosa, lebih baik tidak usah menolong supaya tidak berdosa. Jikalau memberikan sumbangan untuk gereja membuat saya menjadi berdosa, lebih baik tidak usah memberikan sumbangan supaya tidak berdosa. Jikalau rajin berbakti membuat saya menjadi berdosa, lebih baik tidak usah berbakti supaya tidak berdosa. Jikalau terlibat di dalam pelayanan membuat saya menjadi berdosa, lebih baik tidak usah terlibat di dalam pelayanan supaya tidak berdosa, dll. Memang masuk akal pemikiran demikian. Tapi jangan lupa ada juga ayat Firman Tuhan yang lain.

Yak 4:17 - Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.


Jadi kalau saudara tahu menolong orang miskin itu baik tapi saudara tidak menolongnya, saudara berdosa. Kalau saudara tahu memberikan sumbangan untuk gereja itu baik tapi saudara tidak memberikannya, saudara berdosa. Kalau saudara tahu rajin berbakti itu baik tapi saudara tidak rajin berbakti, saudara berdosa. Kalau saudara tahu terlibat dalam pelayanan itu baik tapi saudara tidak mau terlibat, saudara berdosa. Kalau begitu, bagi seorang yang tidak beriman, berbuat jahat adalah dosa, berbuat baik juga dosa, tidak berbuat baik juga dosa. Tiga hal ini (berbuat jahat, berbuat baik, tidak berbuat baik) jika adalah dosa maka ini telah mengurung seorang manusia pada keadaan bejad secara total di hadapan Allah. Maksudnya adalah hidupnya di hadapan Tuhan semata-mata adalah dosa. Tidak ada bagian dari hidupnya yang tidak menjadi dosa. Dosanya full dan perbuatan baiknya (di hadapan Allah) nol (0).

Inilah konsep dosa dalam kekristenan. Dan jelas konsep ini tidak ada duanya. Agama-agama yang lain paling-paling mengatakan bahwa semua manusia adalah orang berdosa atau ada orang-orang tertentu yang dosanya besar sekali. Tapi mereka tetap saja mengakui bahwa manusia berdosa itu bisa berbuat baik dan lalu diselamatkan melalui perbuatan baik mereka itu. Kekristenan menolak pemikiran yang demikian dan ini akan saya jelaskan lebih dalam pada point berikut. Yang jelas dengan konsep semacam ini maka kekristenan melihat orang berdosa benar-benar dalam kondisi hitam legam tanpa satu titik putih pun di mata Allah. Ini unik karena tidak ada agama atau kepercayaan lain mana pun yang memiliki konsep yang demikian.

IV. KONSEP KESELAMATANNYA UNIK.

Dalam konsep keselamatan, kekristenan juga berbeda dan sekaligus unik dibandingkan dengan semua kepercayaan yang ada di dunia ini. Beberapa hal dapat dicatat di sini :

a. Kekristenan mempunyai prinsip “Allah mencari manusia”.

Prinsip ini unik karena tidak ada agama yang mengajarkan demikian. Semua agama berdiri di atas prinsip bahwa manusialah yang mencari Allah.

Thomas Arnold - Perbedaan antara kekristenan dan semua sistim agama lain sebagian besar terletak di sini, yaitu bahwa dalam agama-agama lain, manusia didapati mencari Allah, sedangkan kekristenan adalah Allah mencari manusia. (‘The Encyclopedia of Religious Quotations, hal. 95).

Mengapa Kristen mempunyai konsep yang demikian? Ini ada kaitannya dengan dosa karena pada dasarnya dosa adalah penyimpangan manusia dari Allah sehingga manusia berdosa itu dianggap tersesat / terhilang dari Allah.

Yes 53:6 - Kita sekalian sesat seperti domba….

Maz 119:176 - Aku sesat seperti domba yang hilang….

1 Pet 2:25 - Sebab dahulu kamu sesat seperti domba….


Sekarang pikirkan mana yang masuk akal. Apakah yang terhilang yang mencari yang kehilangan atau yang kehilangan yang mencari yang terhilang? Kalau anda kehilangan HP, apakah anda yang mencari HP itu atau HP yang mencari anda? Sudah pasti yang kehilangan yang mencari yang terhilang bukan? Itulah sebabnya kelanjutan dari Maz 119:176 yang dikutip di atas berbunyi :

Maz 119:176 - Aku sesat seperti domba yang hilang, carilah hamba-Mu ini, ….

Bandingkan :

Mat 10:6 – “….pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.


Tapi mungkin ada yang protes. Kalau HP yang hilang, memang HP tidak bisa mencari manusia tapi sekarang yang hilang adalah manusianya. Manusia bukan HP dan HP bukan manusia. Jadi HP tidak bisa mencari tuannya tapi manusia bisa mencari Tuhan / Allah. Itu masuk akal. HP bukan manusia dan manusia bukan HP tapi masalahnya apakah Alkitab menggambarkan bahwa manusia yang dianggap sesat seperti domba itu mencari tuannya? Perhatikan kalimat selanjutnya dari Yes 53:6. 

Yes 53:6 - Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, ….

Tentang kata-kata : “masing-masing kita mengambil jalannya sendiri” Calvin memberikan komentar :

Calvin - ‘Kita sekalian / semua kita sesat seperti domba’ (Yesaya 53:6). ... Maka artinya adalah kita semua sesat dari jalan keselamatan, dan berjalan di jalan kehancuran. (Commentary on the First Epistle of Peter, hal. 83).

Dari sini terlihat bahwa manusia berdosa (sekalipun bukan HP), tetap saja tidak mencari Allah. Semua manusia berdosa sedang berjalan di jalan kehancuran sebagaimana kata Calvin. Semakin lama semakin menjauh dari Allah. Tidak ada yang mencari Allah.

Rom 3:11 - Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah.


Di sinilah kekristenan mempunyai konsep yang terbalik dari semua agama. Kekristenan percaya bahwa bukan manusia berdosa yang mencari Allah tetapi Allahlah yang mencari manusia berdosa. Perhatikan kisah dalam kejatuhan manusia yang pertama.

Kej 3:8-9 – (8) Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. (9) Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: “Di manakah engkau?


Terlihat bahwa pada waktu Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, mereka tidak mencari Allah. Mereka justru bersembunyi. Allahlah yang mencari mereka dengan memanggil : “Di manakah engkau?”

Bandingkan :

Yeh 34:16 - Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya”.

Dan itu dilakukan melalui kedatangan Yesus Kristus ke dunia ini.

Luk 19:10 - Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang."


Jadi prinsip yang benar adalah Allah yang mencari manusia dan bukannya manusia yang mencari Allah.

Tetapi bagaimana dengan sejumlah ayat Kitab Suci yang menyuruh manusia mencari Allah? Misalnya :

Yes 55:6 - Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!

Maz 105:4 Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!

Maz 27:8 - Hatiku mengikuti firman-Mu: "Carilah wajah-Ku"; maka wajah-Mu kucari, ya TUHAN.

Amos 5:4,6 – (4) Sebab beginilah firman TUHAN kepada kaum Israel: "Carilah Aku, maka kamu akan hidup! (6) Carilah TUHAN, maka kamu akan hidup, supaya jangan Ia memasuki keturunan Yusuf bagaikan api, yang memakannya habis dengan tidak ada yang memadamkan bagi Betel.

Kelihatannya ayat-ayat ini bertentangan dengan apa yang saya katakana bukan? Tidak! Ayat-ayat yang menyuruh manusia mencari Allah ini, tidak menunjukkan bahwa manusia bisa mencari Allah atau ada manusia yang mencari Allah. Manusia mungkin sekali ikut agama tertentu untuk mencari keselamatan. Mereka bisa saja mencari berkat Allah. Tetapi manusia tidak mungkin mencari Allah. Sebetulnya manusia bisa mencari Allah, tetapi itu baru bisa terjadi kalau Allah sudah terlebih dahulu mencari dia dan bekerja di dalam dirinya, sehingga ia lalu mencari Allah. Kalau Allah tidak mencari manusia lebih dulu dan bekerja di dalam diri manusia itu, maka manusia itu tidak akan mencari Allah.

William Barclay – Jauh pada abad ke-12, Santo Bernardus sering mengatakan kepada para biarawannya, "Sepagi apa pun kalian bangun dan menaikkan doa di kapel, pada pagi hari yang dingin di pertengahan musim dingin, atau bahkan di tengah malam buta, kalian akan selalu menjumpai Allah sudah bangun sebelum kalian, la menantikan kalian - yah, Dialah yang telah membangunkan kalian untuk mencari wajah-Nya." (Pemahaman Alkitab Setiap Hari : Wahyu 1-5, hal. 219).

Jadi, prinsip yang benar tetap adalah ‘Allah mencari manusia’, bukan ‘manusia mencari Allah’. Kalau ada orang yang mencari Allah dan menemukan-Nya, artinya Allah telah lebih dahulu mencari dan menemukannya dan menarik dia kepada-Nya.

Anonim – Sekarang telah kutemukan Dia yang menemukanku.

Kita bersyukur bahwa bukan kita yang mencari Allah karena kalau pun kita yang mencari Allah, belum tentu atau bahkan pasti kita tidak menemukan Allah. Tapi kalau Allah yang mencari kita, sudah pasti Dia menemukan kita.

Esra Alfred Soru - Ya! Semua agama mengajarkan bahwa manusia harus mencari Allah. Dan sebetulnya ini tidak masuk akal. Jikalau dikatakan bahwa manusia mencari Allah, itu seolah-olah menunjukkan bahwa Allahlah yang hilang dan karenanya manusia berusaha menemukan Dia. Tetapi faktanya adalah manusialah yang terhilang dan Allahlah yang mencarinya. Juga kalau manusia mencari Allah, bagaimana ia bisa menemukannya? Mustahil! Tetapi kalau Allah yang mencari manusia, mustahil Ia tidak menemukannya. (Bagaimana Kristus Menilai Gereja-Nya, hal. 394-395).

Agama-agama lain berpikir mereka sedang mencari Allah, padahal mereka sedang berjalan menuju kebinasaan / kehancuran tapi kita bersyukur bahwa Allah di dalam Kristus menemukan kita dan menyelamatkan kita. 

b. Kekristenan mempunyai konsep penebusan dosa.

Keunikan lain dari kekristenan adalah adanya konsep penebusan dosa di mana manusia berdosa seharusnya dihukum oleh Allah tetapi Yesus Kristuslah yang mengorbankan diri-Nya untuk mati dan menggantikan manusia dan dengan demikian menebus dosa-dosa manusia. Sekarang bandingkan dengan kutipan berikut :

Subhadra Bhiksu: A Buddhist Catechism: Tak seorangpun bisa ditebus oleh orang lain. Tidak ada Allah dan tidak ada orang suci yang bisa membentengi seorang manusia dari konsekuensi dari tindakan jahat. Setiap orang dari kita harus menjadi penebusnya sendiri. (‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal. 590).

Jelas bahwa agama Budha (dan juga semua agama) memang percaya bahwa manusia sendirilah yang harus menanggung semua akibat dosanya. Lalu mengapa kekristenan percaya pada konsep penebusan dosa?

Begini, para teolog Kristen percaya bahwa di hadapan fakta dosa manusia, terjadilah ketegangan antara 2 sifat Allah yakni kasih dan keadilan. Allah adalah Allah yang adil yang menuntut adanya penghukuman bagi setiap dosa sekecil apa pun.

Ayub 10:14 - kalau aku berbuat dosa, maka Engkau akan mengawasi aku, dan Engkau tidak akan membebaskan aku dari pada kesalahanku.


Nah 1:3 - TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah. Ia berjalan dalam puting beliung dan badai, dan awan adalah debu kaki-Nya.


Tetapi Allah juga adalah Allah yang penuh kasih. Dia pengasih dan penyayang, sabar dan berlimpah kasih setia.

Maz 103:8-9 – (8) TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. (9) Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam. (10) Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita

Ini penting untuk ditekankan karena ada banyak orang baik Kristen maupun non Kristen berpikir mengapa Allah tidak mengampuni dosa manusia begitu saja? Mengapa harus ada penghukuman lagi? Mengapa harus ada penebusan dosa segala? Perhatikan kutipan berikut ini :

Ajith Fernando – Jika Allah langsung mengumumkan pengampunan, maka pengampunan itu dijadikan murahan. Dosa kita terlalu serius untuk ditanggapi seperti itu. Kita terlalu signifikan sehingga kesalahan kita tidak bisa diperlakukan dengan begitu acuh tak acuh. (Supremasi Kristus, hal. 155).

Jadi kalau ada manusia berdosa, kasih Allah menuntut untuk mengampuninya tetapi keadilan Allah menuntut untuk menghukumnya dan tidak membebaskannya.

Bil 14:18 - TUHAN itu berpanjangan sabar dan kasih setia-Nya berlimpah-limpah, Ia mengampuni kesalahan dan pelanggaran, tetapi sekali-kali tidak membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, bahkan Ia membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat.

Perhatikan ayat ini baik-baik. Dalam ayat ini 2 sifat Allah ditampilkan bersama-sama. Kata-kata : “berpanjangan sabar dan kasih setia-Nya berlimpah-limpah, Ia mengampuni kesalahan dan pelanggaran” menunjukkan kasih Allah sedangkan kata-kata : “sekali-kali tidak membebaskan orang yang bersalah dari hukuman” menunjukkan keadilan Allah.

Karena itulah dikatakan terjadilah ketegangan dalam diri Allah, terjadi tarik menarik antara 2 sifat Allah ini. Di satu sisi Ia harus mengampuni orang berdosa itu karena kasih-Nya tapi di sisi lain Ia harus menghukum orang berdosa itu karena keadilan-Nya. Jika ada orang berdosa di hadapan-Nya dan Ia lalu mengampuninya begitu saja, lalu di mana keadilan-Nya? Tapi kalau Ia lalu menghukumnya dengan segera, lalu di mana kasih-Nya? Bagaimana Ia harus tetap mengampuni orang berdosa itu sambil tetap menghukumnya? Bagaimana Ia harus menghukum dosa itu tapi sekaligus mengampuninya? Ketegangan semacam ini hanya mendapatkan solusinya dengan adanya ide tentang substitusi / penggantian dari orang berdosa itu. Jadi misalkan si A berdosa maka dibutuhkan orang lain yang berdiri di sana untuk menggantikan si A menerima hukuman atas dosa itu sehingga keadilan Allah terpuaskan. Dan kalau itu yang terjadi maka secara otomatis si A tidak lagi menerima hukuman atas dosanya. Ia bebas, ia diampuni dan dengan demikian kasih Allah nyata atas diri A.

Tapi bukankah dengan mengalihkan hukuman yang seharusnya diterima si A kepada orang lain maka Allah menjadi Allah yang tidak adil karena menghukum orang yang tidak bersalah? Jelas saja itu sebuah ketidakadilan kalau pihak yang dihukum itu benar-benar orang lain. Tapi bagaimana kalau pihak yang dihukum itu adalah yang menjatuhkan hukuman itu sendiri? Untuk menggambarkan ini, saya kutipkan sebuah cerita yang diangkat seorang teman di Facebook. Soal benar atau tidak, tidak jadi soal tapi kisah itu sendiri dapat menggambarkan apa yang saya maksudkan. Berikut ini kisahnya :

“Di ruang sidang pengadilan, hakim Marzuki duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa PU terhadap seorang nenek yang dituduh mencuri singkong. Nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, cucunya lapar,....  namun manajer PT A*K (B grup ) tetap pada tuntutannya, agar menjadi contoh bagi warga lainnya. Hakim Marzuki menghela nafas, dia memutus di luar tuntutan jaksa PU, 'maafkan saya', katanya sambil memandang nenek itu, 'saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi anda harus dihukum. Saya mendenda anda 1 juta rupiah dan jika anda tidak mampu bayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU'. Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam, sementara hakim Marzuki mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil dan memasukkan uang 1 juta rupiah ke topi toganyaserta berkata kepada hadirin. "Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruang sidang ini sebesar 50 ribu rupiah, sebab menetap di kota ini, yang membiarkan seseorg kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya, saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa." Sampai palu diketuk dan hakim Marzuki meninggalkan ruang sidang, nenek itu pun pergi dengan mengantongi uang 3,5 juta rupiah, termasuk uang 50 ribu yang dibayarkan oleh manajer PT AK* yang tersipu malu karena telah menuntutnya”.

Tentu saja tidak semua cerita ini sesuai dengan konsep yang saya jelaskan tetapi apa yang dilakukan hakim Marzuki jelas menyeimbangkan keadilan dan kasih. Karena rasa keadilan, ia harus tetap menjatuhkan hukuman kepada si nenek itu dengan denda 1 juta. Tapi karena rasa kasih ia sendiri membayar yang 1 juta itu. Ini akan menjadi tidak adil apabila hakim Marzuki meminta orang lain yang tidak bersalah dalam pencurian itu untuk membayar denda karena pencurian itu. (Kalau hakim Marzuki mendenda hadirin yang ada, itu dengan tuduhan yang berbeda, bukan dengan tuduhan mencuri melainkan membiarkan ada orang miskin di kota mereka tanpa ditolong). Tapi itu bukanlah ketidakadilan jika ia atas kehendaknya sendiri menanggung hukuman yang ia jatuhkan sendiri kepada si nenek yang bersalah.

Nah, demikian juga jika Allah menghukum pihak lain karena dosa manusia, maka Ia berlaku tidak adil. Tapi bukanlah ketidakadilan apabila Ia atas kerelaan-Nya sendiri bersedia menanggung hukuman yang Ia sendiri jatuhkan untuk orang berdosa. Ia yang menghukum dan Ia sendiri yang menerima / menanggung hukuman itu. Itu adalah tindakan kasih bukan ketidakadilan. 

Ajith Fernando – Tetapi di sini Hakimnyalah yang dihukum. Guillebaud berkata : Pengganti yang mati di Kalvari menyatakan diri-Nya sebagai Hakim seluruh dunia (Mat 12:41-42; 25:31-46). (Supremasi Kristus, hal. 152).

Dengan menjatuhkan hukuman atas dosa manusia maka keadilan Allah terpuaskan. Dan dengan terbebasnya manusia dari hukuman-Nya maka kasih-Nya terpuaskan.

Ajith Fernando - Dia memberlakukan hukum kasih. Dia mengizinkan hukum itu menyelamatkan kita. Tetapi Dia melakukannya tanpa melanggar hukum keadilan atau membatalkan tuntutan-Nya. Apa yang Dia lakukan dalam kasih adalah untuk memuaskan tuntutan tersebut. Tuntutan keadilan tidaklah diabaikan atau dibatalkan. Tuntutan tersebut dipenuhi. Satu-satunya jalan Allah bisa melakukan hal tersebut adalah melalui hukuman yang ditanggung Anak-Nya yang tanpa dosa bagi kita. (Supremasi Kristus, hal. 137).

Ya, begitulah konsepnya. Tapi di balik konsep semacam itu harus ada seorang pengganti bukan? Pengganti yang menerima semua hukuman yang dijatuhkan Allah atas dosa manusia. Pengganti itulah yang menyebabkan manusia selamat dari hukuman Allah dan karenanya penggantinya disebut sebagai juruselamat. Dan supaya Allah tidak bertindak tidak adil maka pengganti-Nya adalah diri-Nya sendiri seperti yang sudah saya ilustrasikan di atas. Tapi bagaimana Allah di surga dapat menerima hukuman yang Ia jatuhkan sendiri sedangkan hukumannya hanya cocok diterima manusia yakni mati sesuai Kej 2:17 dan Rom 3:23? (Allah tidak bisa mati). Caranya adalah Allah berinkarnasi / menjelma menjadi manusia. Dan itulah yang sudah Ia lakukan dengan datang ke dalam dunia ini, menjadi manusia Yesus Kristus. Yesus Kristus inilah yang nantinya menerima / menanggung semua hukuman atas dosa manusia di atas kayu salib. Dialah pengganti kita.

Yes 53:4-6 - (4) Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. (5) Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. (6) Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.

Ya, hukuman kita ditanggung oleh Yesus Kristus yang adalah Allah sendiri. Dosa kita dibayar oleh Dia yang telah menuntut pembayaran itu. Karena itu dengan tepat Yesus disebut sebagai Juruselamat dan penebus dosa manusia.

Inilah konsep penebusan dosa. Konsep ini begitu agung dan dalam karena ini keluar dari hikmat Allah yang sangat tinggi / besar. Itulah sebabnya William H. Doan menulis lagu tentang ini dalam NKB 03 :  

Terpujilah Allah, hikmat-Nya besar,
Begitu kasih-Nya ‘tuk dunia cemar,
Sehingga dib’rilah Putra-Nya Kudus
Mengangkat manusia serta menebus.

Refrein:

Pujilah, pujilah! Buatlah dunia bergemar,
Bergemar mendengar suara-Nya.
Dapatkanlah Allah demi Putra-Nya,
B’ri puji pada-Nya sebab hikmat-Nya.

Luar biasa hikmat Allah! Agama lain tidak punya konsep demikian. Mereka tidak mau menerima adanya seorang juruselamat / penebus dosa yang disediakan oleh Allah dan itu berarti mereka sendirilah yang harus menerima hukuman Allah itu dengan terlempar ke neraka.  

Ada seorang Islam yang menulis di Facebook dan menuduh Kristen dan konsep penebusan dosanya sebagai sikap tidak bertanggung jawab. Mengapa manusia yang berdosa tapi hukumannya ditanggung oleh orang lain? Itu suatu sikap yang tidak bertanggung jawab katanya. Dia berkata : “Saya yang berdosa, sayalah yang harus bertanggung jawab. Jadi kalau saya harus masuk neraka, saya akan terima itu dengan lapang dada tanpa mengeluh dan protes karena saya memang harus bertanggung jawab atas dosa-dosa saya. Itu sikap yang dewasa yang lebih terhormat daripada merengek-rengek minta ditebus dosanya oleh Yesus”.

Menurut saya orang ini bukannya orang yang mau bertanggung jawab tapi orang yang bodoh yang sombong. Dia berbicara demikian karena tidak menyadari betapa mengerikannya neraka / hukuman Allah yang dilandasi dengan murka-Nya. Bayangkan, Yesus sendiri begitu ketakutan di Getsemani karena melihat akan datangnya tsunami murka Allah yang menimpa diri-Nya beberapa jam lagi. Jika Yesus saja gentar karena murka itu, mustahil ada orang bisa menerima murka itu dengan lapang dada. Apalagi hukuman di neraka itu bersifat maksimal dalam kualitas dan kuantitasnya. Maksudnya adalah rasa sakitnya sangat hebat dan sangat lama (tidak ada akhir / kekal). Jikalau saudara harus memilih, mana yang saudara pilih antara sakitnya sedikit tetapi berlangsung lama atau sakitnya hebat / sangat tapi berlangsung cepat? Saudara bisa memilih salah satunya tapi saya merasa tidak ada orang gila yang mau sakitnya sangat / hebat tetapi berlangsung lama bukan? Tapi justru begitulah neraka. Di neraka orang mengalami penderitaan yang luar biasa hebatnya (ada orang yang bilang bahwa rasa sakit yang paling kecil di neraka masih lebih sakit daripada rasa sakit yang paling besar di dunia) dan itu berlangsung sangat lama, bukan 10 atau 20 tahun, bukan seribu atau dua ribu tahun, bukan satu juta atau dua juta tahun tapi selama-lamanya, tanpa akhir.

Kalau ada khotbah yang pernah menggemparkan dan menimbulkan rasa ngeri yang hebat terhadap neraka, itu adalah khotbahnya Jonathan Edwards yang berjudul Sinners in the Hands of an Angry God” (Orang berdosa di tangan Allah yang Maha murka).  Dikatakan bahwa setelah Edward menyelesaikan khotbahnya, ia tidak mendapati seorang jemaat pun yang masih ada di tempat duduknya. Mereka semua telah jatuh tersungkur ke lantai, menangis ketakutan terhadap neraka, bahkan ada yang sampai memegang erat-erat tiang-tiang gereja karena merasa akan segera terlempar ke neraka. Memangnya apa yang dikatakan Edwards dalam khotbahnya? Simak kata-katanya : 

Jonathan Edwards : Ini adalah murka yang kekal. Adalah sesuatu yang menakutkan / mengerikan untuk menderita kehebatan dan murka Allah yang Mahakuasa ini untuk satu saat saja; tetapi kamu harus menderitanya sampai kekal. Kamu akan benar-benar putus asa untuk bisa mendapatkan pembebasan, akhir, pengurangan / peringanan hukuman, istirahat. Kamu pasti akan tahu bahwa kamu akan menjalani zaman-zaman yang panjang, berjuta-juta zaman, dalam pergumulan dan pertentangan dengan pembalasan hebat tanpa belas kasihan ini; dan bila kamu telah menjalaninya, bila begitu banyak zaman telah kamu lalui dengan cara ini, maka kamu akan tahu bahwa semua itu hanyalah satu titik dibandingkan dengan waktu yang tersisa. Dengan demikian hukumanmu itu betul-betul tidak terbatas. (Sinners in the Hands of an Angry God’)

Maksud Edward adalah, jutaan tahun yang sudah kita lewati di neraka sekalipun, ternyata itu hanyalah semacam satu titik kecil. Masih ada satu garis panjang tanpa ujung yang harus dijalani si pendosa di neraka. Lalu berapa lama lagi harus menderita di neraka? Selama-lamanya! Tidakkah ini mengerikan? Jadi bagi saya adalah kebodohan jika orang berpikir akan menerima hukuman neraka dengan lapang dada. Ia pasti akan meraung-raung minta belas kasihan dari Yesus tapi tak aka nada belas kasihan baginya.

Tapi mungkin juga orang beragama lain berpikir sekalipun mereka tidak mempunyai juruselamat / penebus dosa, mereka tridak harus pergi ke neraka. Mereka tetap bisa selamat / masuk surga melalui perbuatan baik mereka. Bagaimana dengan pemikiran seperti ini? Ini mengantar kita pada keunikan berikutnya dalam kekristenan.  

c. Kekristenan mempunyai konsep keselamatan karena iman saja.

Sebagaimana saya katakan sebelumnya, memang semua agama yang tidak mempunyai juruselamat / penebus dosa berpikir bahwa mereka bisa selamat melalui perbuatan baik mereka. Misalnya :

  • Agama Hindu.

Fritz Ridenour - Manusia dibenarkan melalui pembaktian, meditasi, perbuatan baik dan penguasaan diri sendiri. (‘So What’s the Difference’, hal. 82).

  • Agama Budha.

Fritz Ridenour – Manusia diselamatkan hanya oleh usaha sendiri. (‘So What’s the Difference’, hal. 92).

  • Agama Islam.

Fritz Ridenour – Manusia memperoleh keselamatannya sendiri, membayar untuk dosa-dosanya sendiri. (‘So What’s the Difference’, hal. 72).

  • Agama-agama secara umum.

Fritz Ridenour –  Banyak agama dan sekte mengakui problem dosa, tetapi solusi mereka selalu berbeda dengan solusi dari kekristenan. Sementara kekristenan mengatakan bahwa satu-satunya keselamatan dari dosa adalah iman kepada Yesus Kristus dan kematianNya yang menebus di salib, agama-agama lain mencari keselamatan melalui perbuatan-perbuatan baik atau pemeliharaan peraturan-peraturan dan hukum-hukum. (‘So What’s the Difference’, hal. 17).

  • Agama Roma Katolik.

Sekalipun Roma Katolik menekankan iman kepada Kristus tetapi bagi mereka perbuatan baik tetap mempunyai andil dalam keselamatan.

Fritz Ridenour – Roma Katolik mengajar bahwa iman hanyalah permulaan dari keselamatan, sehingga orang percaya harus terus menerus bekerja dalam sepanjang hidupnya untuk melengkapi proses itu. (‘So What’s the Difference’, hal. 41).

Fritz Ridenour – Keselamatan dipastikan oleh iman ditambah perbuatan baik - seperti yang disalurkan melalui Gereja Roma Katolik. (‘So What’s the Difference’, hal. 45-46).

Bagi kekristenan, ini sesuatu yang mustahil. Mengapa? Ingat konsep tentang dosa di atas bahwa manusia berdosa sama sekali tidak mempunyai perbuatan baik setitik pun di hadapan Allah. Coba pikirkan, bagaimana bisa selamat melalui perbuatan baiknya sedangkan perbuatan baiknya sama sekali tidak ada? Bagaimana bisa Allah menghitung amal baiknya seseorang itu kalau di mata Allah dia hanya bisa berbuat dosa terus tanpa satu kebaikan pun? Ketika dia berbuat jahat, dia berdosa. Ketika dia berbuat baik, dia berdosa dan ketika dia tidak berbuat baik, dia berdosa juga? Masuk akalkah manusia mengharapkan keselamatan melalui amal baiknya? Bahkan seandainya kita bisa berbuat baik pun, itu adalah kekejian di hadapan Allah.

Yes 64:6 - Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor….”

Perhatikan bahwa yang disebut sebagai kain kotor di sini bukanlah DOSA manusia melainkan KESALEHAN manusia. Juga bukan SEBAGIAN kesalehan tapi SEGALA kesalehan kita. Jadi kalau kita tumpuk seluruh perbuatan baik kita dari lahir sampai mati dan dibawa ke hadapan Allah, semuanya Allah nilai sebagai kain kotor. Coba perhatikan Yes 64:6 ini dalam terjemahan GW.

GW - We've all become unclean, and all our righteous acts are like permanently stained rags (seperti kain yang bernoda secara tetap)….”

Jadi noda dari kain ini adalah noda permanent yang tidak bisa dibersihkan / dihilangkan dengan detergen apa pun. (Rinso, Daia, B 29, Soklin, Mama Lemon, dll). Tapi kain apa ini?

DRB - And we are all become as one unclean, and all our justices as the rag of a menstruous woman….” (seperti kain dari menstruasi perempuan)

MKJV - But we are all as the unclean thing, and all our righteousnesses are as a menstruation cloth….” (seperti sebuah kain menstruasi).

Jadi rupanya ini bukan kain kotor biasa tapi kain yang dipakai sebagai pembalut bagi seorang perempuan ketika menstruasi yang akhirnya menjadi kain yang bernoda secara tetap. Zaman dulu pakai kain saja karena belum ada Laurier, Wings, Whisper, Charm, Softness, Honeysoft, Vclass, Carefree, Softex, Kotex, Protex, dll. Jadi Alkitab melihat kebaikan / kesalehan kita seperti kain pembalut wanita ini. Artinya adalah seluruh kebaikan manusia adalah jijik di hadapan Allah. Nah pikirkan, apakah kita mau andalkan kain kotor seperti itu untuk masuk surga? Layakkah kain pembalut semacam itu dijadikan sebagai tiket untuk masuk surga? Orang yang berpikir seperti itu sebenarnya adalah orang yang tidak tahu diri di hadapan Tuhan. Jadi adalah mustahil orang bisa selamat / masuk surga dengan perbuatan baik.

Cynddylan Jones - Kamu bisa mencoba menyeberangi Lautan Atlantik dalam sebuah perahu kertas sama seperti kamu mau ke surga dengan perbuatan-perbuatan baikmu sendiri.

Martin Luther - Ajaran sesat yang paling terkutuk dan jahat / merusak yang pernah menggoda pikiran manusia adalah gagasan bahwa entah bagaimana ia bisa membuat dirinya sendiri cukup baik sehingga layak untuk hidup dengan Allah yang Mahasuci. (D. James Kennedy, ‘Evangelism Explosion, hal. 31-32).

Kekristenan jelas menolak konsep semacam ini. Karena itu jangan pernah sekali-kali saudara berpikir untuk selamat melalui berbuat baik / ketaatan pada Firman Tuhan. Saudara bisa selamat melalui ketaatan pada Firman Tuhan asalkan taat semuanya tanpa kurang satu pun. Begitu kurang 1 saudara harus masuk neraka.

Yak 2:10-11 – (10) Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya. (11) Sebab Ia yang mengatakan: "Jangan berzinah", Ia mengatakan juga: "Jangan membunuh". Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga.


Juga jangan pernah saudara menyuruh / mengajar orang untuk melakukan sesuatu demi keselamatan / supaya dia masuk surga. Kiranya guru-guru Sekolah Minggu maupun orang tua mencamkan ini! Pada saat saudara hendak menyuruh anak melakukan sesuatu, jangan menyuruhnya melakukan itu dengan iming-iming surga. Misalnya rajin Sekolah Minggu supaya masuk surga, jujur supaya masuk surga, rajin kerja supaya masuk surga, hormati orang tua supaya masuk surga, dll. Itu ajaran sesat! Juga hati-hati dengan lagu-lagu yang menjurus kepada ajaran sesat ini. Misalnya lagu Sekolah Minggu yang populer : “Anak Sekolah Minggu dengar-dengaran, taat orang tua terlebih Tuhan, itulah tandanya anak yang manis, nanti masuk surga t’rima upahnya”. Memang kita bisa berargumentasi bahwa taat orang tua di sini tidak berhubungan dengan “nanti masuk surga” melainkan “t’rima upahnya”tapi persoalannya adalah itu terlalu rumit bagi pemikiran seorang anak. Yang ditangkap oleh anak adalah “taat orang tua nanti masuk surga”. Ini membuat mereka besar dengan pemahaman yang sesat! Jadi berhentilah memakai lagu itu! Carilah lagu lain yang lebih benar!

Kekristenan mengajarkan bahwa setelah dosa kita ditebus / dibayar oleh Kristus, keselamatan hanya dapat terjadi melalui iman saja kepada Kristus.

Rom 3:27-28 – (27) Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.

Efs 2:8-9 – (8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.

Gal 2:16 - Kamu tahu, bahwa tidak seorang pun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. …”

Ya, hanya iman saja! Bukan karena perbuatan baik, bukan karena iman + perbuatan baik. Hanya iman? Kok sederhana sekali? Kok ringan sekali? Kok mudah sekali? Ya, sederhana sekali karena yang ruwet sekali, yang sukar sekali, yang berat sekali sudah ditanggung Kristus di atas kayu salib. Engkau kebagian yang sederhana, mudah dan ringan itu dan semuanya karena kasih Allah. Ya, tetapi mengapa harus iman? Karena inti dosa adalah ketidakberimanan / ketidakpercayaan. Bukanlah ketidakberimanan / ketidakpercayaan kepada Allahlah yang membuat Adam dan hawa menuruti kata-kata ular di taman Eden? Jadi inti dari dosa adalah ketidakberimanan / ketidakpercayaan. Ini ditegaskan oleh Yesus sendiri ketika Ia membicarakan tentang apa yang dikerjakan Roh Kudus.

Yoh 16:8-9 – (8) Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa,…. (9) akan dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku.


Bandingkan :

Ibr 3:12 - Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup.


Jadi dosa berarti berpaling dari Allah dan memiliki hati yang tidak percaya. Dan karenanya setelah tuntutan keadilan Allah dipuaskan dengan hukuman yang sudah diterima Kristus, bukanlah suatu hal yang terlalu remeh bahwa hanya iman yang dituntut untuk keselamatan dari dosa itu bukan? Itulah kekristenan! Sayangnya ada banyak orang (non Kristen maupun Kristen termasuk pendeta-pendeta) yang sukar menerima konsep ini. Mengapa? Stephen Neil menjawab :

Stephen Neil – Hal yang paling tidak diinginkan oleh individu-individu modern adalah bergantung pada orang lain. (The Supremacy of Chris, hal. 147-148).

Benar sekali! Banyak orang merasa tidak puas kalau mereka harus menggantungkan diri mereka pada orang lain / belas kasihan orang lain. Termasuk dalam hal keselamatan di mana orang harus menggantungkan keselamatannya pada belas kasihan Allah dalam Kristus. Tidak! Kita harus berjuang untuk diri kita sendiri. Itulah akar masalahnya mengapa banyak orang sukar menerima konsep Kristen. Tapi persoalannya adalah dalam hal apa kita bergantung pada pertolongan pihak lain? Jikalau untuk hal di mana saya mampu melakukannya, tentu saya tidak mau bergantung pada orang lain. Tapi bagaimana kalau itu dalam hal yang berada di luar kemampuan saya? Mengapa tidak mengharapkan dan bergantung dari pertolongan orang lain? Kalau saya bisa memasak sendiri tentu saya tidak perlu bergantung pada orang lain untuk makannya saya. Saya bisa mandiri. Tapi bagaimana kalau kapal saya tenggelam di lautan luas dan sudah 2 minggu terkatung-katung di sana dan sekarat tanpa makanan dan minuman? Apakah saya akan menolak pertolongan yang datang untuk menyelamatkan saya dengan alasan saya ingin mandiri? Itu bukan mandiri, itu ketololan!

Nah, masalah selamat dengan perbuatan baik adalah sesuatu yang mustahil karena seperti telah dijelaskan, perbuatan baik kita 0 (nol) di hadapan Allah. Lalu mengapa tidak menggantungkan keselamatan kita hanya dengan beriman kepada Kristus saja? Mengapa harus sombong atau bersembunyi di balik kemandirian dan lalu binasa di neraka? Dalam hal ini kekristenan sangat logis untuk menggantungkan keselamatannya hanya pada anugerah Allah di dalam Kristus yang hanya diterima dengan iman saja.     

Sementara semua agama yang lain berjuang untuk selamat dengan kekuatan sendiri, kekristenan menawarkan prinsip salib di mana keselamatan dapat diperoleh dengan cuma-cuma dalam Kristus. Itulah Injil, kabar baik.

Rom 3:24 - dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.

Anonim – Agama berkata, “Capailah”, Injil berkata, “Dapatkanlah”. Agama berkata, “Berusahalah”, Injil berkata, “Terimalah”. Agama berkata, “Cobalah”, Injil berkata “Percayalah”. Agama berkata, “Lakukanlah ini”, Injil berkata, “Sudah dilakukan”. (Supremasi Kristus, hal. 139).

Karena itu dalam urusan keselamatan, buang jauh-jauh pemikiran tentang perbuatan baik. Kita tidak butuh setitik pun perbuatan baik untuk keselamatan kita. Nanti setelah selamat, kita memang harus berbuat baik. Tapi perbuatan baik itu bukan lagi sebagai syarat keselamatan melainkan buah / bukti keselamatan.

Efs 2:8-10 – (8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. (10) Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.


Perhatikan bahwa keselamatan oleh iman terjadi lebih dulu (ayat 8-9) baru menyusul perbuatan baik (ayat 10). Ini jangan dibalik nanti sesat.

Inilah keunikan Kristen yang tiada duanya. Orang berdosa hanya bisa selamat melalui iman kepada Kristus. Dan karenanya kita tidak mungkin menerima ajaran Pluralisme dan Inklusivisme yang membuka pintu keselamatan bagi orang beragama lain tanpa iman kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dan saya hendak mengakhiri khotbah ini dengan bertanya secara lembut kepada saudara : “Sudahkah saudara beriman kepada Yesus? Sudahkah Dia menjadi Tuhan dan Juruselamat pribadimu?”
AMIN


By. Pdt. Esra Alfred Soru, STh, MPdK.

No comments:

Post a Comment

Tags